Gatomon - Digimon
Get Gifs at CodemySpace.com

Jumat, 24 Desember 2010

APLIKASI TEKNOLOGI PENDIDIKAN TERHADAP MUTU PENDIDIKAN


Oleh Weni Indriani. TP Sore A

I. Pendahuluan
Menurut Miarso (2009: 6), Teknologi Pendidikan dapat didefinisikan dengan berbagai macam formulasi. Tidak ada satupun formulasi yang paling benar, karena berbagai formulasi dibawah ini saling mengisi.
*Teknologi Pendidikan merupakan suatu proses yang kompleks dan terintegrasi meliputi manusia, alat, dan sistem, termasuk diantaranya gagasan, prosedur, dan organisasi.
*Teknologi Pendidikan memakai pendekatan yang sistematis dalam rangka menganalisa dan memecahkan persoalan proses belajar.
*Teknologi Pendidikan merupakan suatu bidang yang berkepentingan dengan pengembangan secara sistematis berbagai macam sumber belajar termasuk di dalamnya pengelolaan dan penggunaan sumber tersebut.
*Teknologi Pendidikan merupakan suatu bidang profesi yang terbentuk dengan adanya usaha terorganisasikan dalam mengembangkan teori, melaksanakan penelitian, dan aplikasi praktis perluasan serta peningkatan sumber belajar.
*Teknologi pendidikan beroperasi dalam seluruh bidang pendidikan secara integratif, yaitu secara rasional berkembang dan berintegrasi dalam berbagai kegiatan pendidikan.

      Semua negara di Asia Tenggara, terlepas dari tingkat perkembangan ekonominya, menempatkan pendidikan sebagai faktor kunci dalam pembangunan bangsa dan negaranya. Dua masalah pokok yang pada umumnya mereka hadapi adalah peningkatan mutu dan perluasan kesempatan belajar. Pertanyaan mendasar yang mereka usahakan jawab adalah bagaimana meningkatkan mutu pendidikan mereka di semua jalur dan tingkatan sehingga bisa menghasilkan manusia dan generasi yang dapat memberikan kontribusi pada masyarakat, bangsa dan negaranya, mampu hidup dan bersaing dalam kancah percaturan global, namun tanpa kehilangan identitas nasionalnya (Sadiman, 2008: 3)

Berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan, Miarso (2009:7) menjelaskan bahwa Mentri Pendidikan dan Kebudayaan (Dr. Daoed Joesoef) pada tanggal 8 Januari 1980 dalam pidato pengarahan Lokakarya nasional Teknologi Pendidikan di Yogyakarta menyarankan antara lain :
      Teknologi pendidikan perlu difikirkan dan dibahas terus-menerus karena adanya kebutuhan riil yang mendukung pertumbuhan dan perkembangannya, yaitu (i) tekad mengadakan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar; (ii)keharusan meningkatkan mutu pendidikan, berupa antara lain penyempurnaan kurikulum, penyediaan berbagai sarana pendidikan, dan peningkatan kemampuan tenaga pengajar lewat berbagai bentuk pendidikan serta latihan;(iii) penyempurnaan sistem pendidikan dengan penelitian dan pengembangan sesuai dengan tantangan zaman dan kebutuhan; (iv)peningkatan partisipasi masyarakat dengan pengembangan dan pemanfaatan berbagai wadah dan sumber-sumber pendidikan; (v)penyempurnaan pelaksanaan interaksi penyelenggaraan pendidikan.
Peningkatan mutu pendidikan merupakan isu sentral di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Masalah ini sudah lama dicoba diatasi dengan berbagai cara dan upaya namun hasilnya belumlah optimal. Teknologi Pendidikan yang merupakan bagian dari pendidikan, yang berkepentingan dengan segala aspek pemecahan masalah belajar manusia melalui proses yang rumit dan saling berkaitan, juga ikut serta berupaya meningkatkan mutu pendidikan melalui caranya yang khas (Siregar, 2009:1)

  1. Permasalahan
Dari beberapa hal yang telah diungkapkan dalam latar belakang di atas didapatkan permasalahan, yaitu, apakah aplikasi teknologi pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan? Bagaimana aplikasi tersebut dilakukan dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan.
  1. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan  apa yang menjadi  aplikasi teknologi pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan dan  menjelaskan bagaimana aplikasi tersebut dilakukan dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan.
II. PEMBAHASAN
A. Mutu Pendidikan
Pengertian mutu pendidikan yang diambil dari buku berjudul “Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah” (buku I konsep dan pelaksanaan) terbitan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2001 disebutkan bahwa secara umum, mutu adalah Gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang dan jasa yang menunjukan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan (Zanikhan, 2008:1).
Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses yang berupa sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input sumber daya meliputi sumber daya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan dan siswa) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dsb) Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut (Zanikhan, 2008:2).
Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Dalam pendidikan berskala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses  pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-proses lainya. Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dsb.) dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan, mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Memberdayakan mengandung arti bahwa peserta didik tidak sekedar menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh guru, akan tetapi pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, dan yang lebih penting peserta didik mampu belajar cara belajar (mampu mengembangkan dirinya) (Zanikhan, 2008:2).
Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektifitasnya, produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya, dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu output sekolah dikatakan berkualitas/bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khususnya prestasi siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum, UN, karya ilmiah, lomba-lomba akademik; dan prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olahraga, kesenian, keterampilan kejujuran, dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler lainnya (Zanikhan, 2008:2).
Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam proses pendidikan yang bermutu terlibat berbagai input, seperti : bahan ajar (kognitif, psikomotorik, afektif), metodologi yang bervariatif sesuai dengan kemampuan guru, sarana dan prasarana sekolah, dukungan administrasi, sumber daya dan dukungan lingkungan yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut atau mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar baik antara guru, siswa dan saran pendukung di kelas maupun di luar kelas, baik dalam konteks intrakurikuler maupun dalam konteks ekstrakurikuler, baik dalam substansi akademis maupun non-akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran (Hapidin, 2010:2).
Mutu dalam konteks “hasil belajar” mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap waktu cawu, akhir semester, akhir tahun, 5 tahun bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan  dapat berupa hasil test kemampuan akademis (misalnya ulangan umum, Ebta, Ebtanas). Dapat pula prestasi di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu misalnya: computer, beragam jenis teknik, jasa. Bahkan seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan, dsb (Depdiknas, 2003).
 Menurut Hapidin ( 2010:2). mutu pendidikan adalah tingkat keunggulan hasil kerja dalam pendidikan baik yang berupa proses pendidikan maupun dalam hasil pendidikan.
Menurut Umaedi (1999: 4), Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil (ouput) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu-hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain tanggung jawab sekolah dalam school based quality improvement bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai . Untuk mengetahui hasil/prestasi yang dicapai oleh sekolah ' terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik atau "kognitif" dapat dilakukan benchmarking (menggunakan titik acuan standar, misalnya :NEM oleh PKG atau MGMP). Evaluasi terhadap seluruh hasil pendidikan pada tiap sekolah baik yang sudah ada patokannya (benchmarking) maupun yang lain (kegiatan ekstra-kurikuler) dilakukan oleh individu sekolah sebagai evaluasi diri dan dimanfaatkan untuk memperbaiki target mutu dan proses pendidikan tahun berikutnya. Dalam hal ini RAPBS harus merupakan penjabaran dari target mutu yang ingin dicapai dan skenario bagaimana mencapainya
Jadi, banyak hal yang terlibat dalam peningkatan mutu pendidikan, yaitu bahan ajar(kogmitif, afektif, psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan), sarana sekolah, dukungan administrasi, dan sarana prasarana, sehingga  suasana belajar menjadi kondusif dan dapat meningkatkan prestasi belajar dan hasil belajar siswa.

      B. Aplikasi Teknologi Pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan
Menurut Miarso (2009:78), apabila    konsep    atau     pengertian   teknologi pendidikan kita analisis, kita kan memperoleh pedoman umum aplikasi sebagai berikut:  
1) memadukan berbagai macam pendekatan dari bidang psikologi, komunikasi,    manajemen, rekayasa dan lain -lain.
2) Memecahkan masalah belajar pada manusia secara menyeluruh dan serampak, dengan memperhatikan dan mengkaji semua kondisi dan saling kaitan di antaranya.
3) Digunakan teknologi sebagai proses dan produk untuk membantu memecahkan masalah belajar.
4) Tumbuhnya daya lipat atau efek sinergi, dimana penggabungan pendekatan dan atau unsur mempunyai nilai-nilai lebih dari sekedar penjumlahan. Demikian pula pemecahan secara menyeluruh dan serempak akan mempunyai nilai lebih daripada memecahkan masalah secara terpisah.
Teknologi Pendidikan, sebagaimana teknologi pada umumnya, memiliki dua ciri pokok yaitu efisiensi dan efektivitas (Sadiman,2009: 117).
Jadi dapat disimpulkan bahwa aplikasi teknologi pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah segala upaya pemanfaatan teknologi dalam pendidikan  untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Aplikasi teknologi pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan  banyak berhubungan dengan efisiensi dan efektivitas proses belajar mengajar.
Di beberapa Negara Asia Tenggara, aplikasi teknologi pendidikan sudah digunakan sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan, diantaranya e-education,di Myanmar sudah dilaksanakan sejak sekolah dasar dengan melengkapi lebih dari 3000 sekolah dengan kelas multimedia dengan peralatan teknologi seperti TV, VCD, OHP, Proyektor multimedia, computer dan laboratorium bahasa. Singapura relatif lebih maju dibandingkan Negara lain di Asia Tenggara. Teknologi komunikasi dan informasi, dengan penekanan pada komputer tidak lagi pada radio dan TV,digunakan secara luas untuk mengembangkan kemampuan komunikasi dan belajar mandiri. Setiap guru dilatih dalam memanfaatkan teknologi informasi. Infrastruktur ditingkatkan sehingga ratio siswa: computer menjadi 2:1, memberikan akses ke teknologi informasi untuk menunjang semua pelajaran disekolah, mengusahakan ratio guru: computer juga 2:1 dan menghubungkan semua sekolah lewat Wide Area Network (WAN) serta memberikan layanan multimedia berkecepatan tinggi. Vietnam mendayagunakan radio dan TV untuk pendidikan disamping media cetak sebgai media utama penyampaian materi pelajaran. Sejak tahun 1993 Universitas Terbuka Hanoi dan Ho Chi Minh memfasilitasi  kuliah jarak jauh lewat TV untuk beberapa jurusan tertentu(Sadiman, 2008:91).
Pada tahun 1967, University of the Philippines Los Banos (UPLB) memulai eksperimen siaran radio untuk Schools on the Air sampai tahun 1980. Ekswela ng Bayan (Strong Republic Schools), adalah program pendayagunaan teknologi yang menggunakan media cetak, radio, video, televisi kabel dan internet untuk meningkatkan pelajaran di sekolah dasar. Brunai Darussalam melaksanakan peranan televisi pendidikan dengan program Education Media and Resource Unit.
Unit ini memproduksi program pendidikan untuk SD dan SLTP dalam bentuk tape dan siaran. Guru dapat meminjam atau mengopinya. Brunai juga memiliki program radio School to school untuk siswa memamerkan karya kreatif mereka (Sadiman, 2008:91).
Beberapa aplikasi teknologi pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan telah dilakukan di Indonesia, diantaranya pengembangan bahan ajar berbasis komputer, pemanfaatan multimedia dalam pembelajaran, e-learning, disamping juga pemanfaatan media cetak, seperti buku dan modul dan pemanfaatan televisi dan radio untuk pembelajaran.
Pemanfaatan televisi dan radio dalam pembelajaran, mulai dilaksanakan kembali di Indonesia. Setelah mengalami timbul tenggelam keberadaannya, saat ini televisi pendidikan sudah kembali menjadi salah satu aplikasi teknologi dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Pustekkom sebagai pelaksana program televisi edukasi, berusaha memberikan layanan siaran pendidikan berkualitas.
      C. Televisi Edukasi sebagai Aplikasi Teknologi Pendidikan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
Siaran televisi (TV) merupakan medium yang sangat ampuh (a powerful medium) menyebarluaskan informasi kepada masyarakat luas secara serempak. Siaran televisi telah memungkinkan masyarakat luas dapat dengan cepat dan mudah mengetahui berbagai perkembangan mutakhir yang terjadi di berbagai penjuru dunia. Siaran TV juga mempunyai daya jangkau yang luas dan mampu meniadakan batasan wilayah geografis, sistem politik, sosial, dan budaya masyarakat pemirsa, di samping memiliki potensi sebagai penetratik untuk mempengaruhi sikap, pandangan, gaya hidup, orientasi, dan motivasi masyarakat. Pada umumnya, siaran TV menyajikan program yang bersifat informatif, edukatif, dan hiburan. Memperhatikan alokasi waktu siaran TV untuk program pendidikan/pembelajaran yang masih relatif kecil dan mengingat potensi siaran TV yang mampu menjangkau masyarakat luas, serta masih banyaknya anggota masyarakat yang belum mampu mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu dan memadai, maka diperlukan adanya kebijakan pemerintah yang mewajibkan stasiun Televisi (nasional dan lokal) menayangkan program pendidikan/pembelajaran secara memadai. Pemerintah juga diharapkan terus berupaya meningkatkan kemampuan lembaga pendidikan yang bergerak di bidang perancangan dan pengembangan program siaran televisi pendidikan/pembelajaran (Siahaan, 2008: 1).
Berkaitan dengan siaran TV untuk pendidikan, Indonesia merintisnya pertama sekali melalui kerjasama dengan United Nations on International Children’s Emergency Fund (UNICEF) pada tahun 1982/1983. Program siaran TV pen-didikan yang dikembangkan ini bertemakan pembinaan watak anak-anak usia Sekolah Dasar (SD). Programnya dirancang dan dikembangkan oleh Pustekkom dan penayangannya dilakukan oleh TVRI (Wirjomartono, 1994 dalam Siahaan,2008:9). Program siaran TV yang dikembangkan melalui kerjasama ini bertujuan untuk membina atau mengembangkan watak anak-anak usia SD. Program siaran TV untuk pendidikan ini terus ditingkatkan dari waktu ke waktu sehingga pada 2 tahun berikutnya, Pustekkom telah berhasil memproduksi program film serial Aku Cinta Indonesia (ACI) dan ditayangkan oleh TVRI sekali setiap minggu. Menurut (Siahaan, 2008: 1), materi yang diakomodasikan di dalam film serial ACI dinilai siswa sesuai dengan apa yang berkembang di dalam pikiran, perasaan, maupun prilaku dan  dapat memenuhi/ menyentuh kebutuhan psikologis anak-anak.
Pengalaman empirik berikutnya adalah penayangan program Siaran Televisi Pendidikan Sekolah (STVPS) yang ditayangkan setiap hari melalui stasiun Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) sejak tahun 1991. Agar para siswa dapat mengikuti program STVPS di sekolah, Departemen Pendidikan Nasional melalui Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (PUSTEKKOM) membagikan peralatan pemanfaatan siaran televisi (televisi dan video cassette recorder) ke sekolah-sekolah secara bertahap sesuai dengan kemampuan anggaran yang ada. Setelah penayangan program STVPS berlangsung beberapa tahun dan para siswa sudah mulai banyak yang mengetahui adanya program STVPS serta manfaatnya, penayangan program STVPS justru harus terhenti karena alasan finansial (Siahaan, 2008: 1).
Lalu tahun 1997 dijalankan Siaran Televisi Pendidikan melalui satelit siaran langsung (Siaran TV-SSL) melalui satelit Cakrawala-1. Perkembangan terakhir yang berkaitan dengan program siaran televisi pendidikan adalah dirintisnya penayangan program siaran TV Edukasi (TVE) oleh PUSTEKKOM pada tahun 2004. Siaran TVE ini bukan merupakan siaran yang terbuka seperti halnya dengan berbagai program siaran televisi yang ditayangkan oleh stasiun TV pada umumnya. Karena itu, untuk dapat mengikuti/menangkap program siaran TVE, pemirsa harus melengkapi pesawat televisinya dengan antena parabola yang diarahkan pada frekuensi tertentu sesuai dengan posisi satelit (Pustekkom, 2007: 15).
Menurut Siahaan (2008:2),siaran TV dapat dimanfaatkan untuk pendidikan/pembelajaran karena: (1) TV merupakan media massa yang kuat sekali pengaruhnya pada pembentukan pengetahuan, pola pikir, dan sikap masyarakat. Media televisi juga dinilai sangat potensial untuk menunjang pembangunan pendidikan, (2) perangkat TV sudah bukan barang mewah lagi sehingga pengadaannya sudah relatif terjangkau oleh masyarakat luas, (3) tersedianya berbagai institusi yang mengelola atau menyelenggarakan siaran TV, (4) tersedianya berbagai lembaga pendidikan yang memiliki SDM dan fasilitas untuk memproduksi program siaran televisi pendidikan, (5) tanggapan dan perhatian masyarakat yang masih lebih besar pada sisi hiburan siaran televisi, (6) masih belum banyak alokasi waktu yang disediakan stasiun pemancar TV untuk menayangkan program-program pendidikan/pembelajaran, (7) media televisi juga mampu mengatasi faktor jarak, ruang, dan waktu sehingga televisi dapat dikatakan sebagai media yang paling akrab dengan masyarakat , dan (8) masih banyak anggota masyarakat yang putus sekolah dan bahkan yang tidak dapat menyelesaikan pendidikan dasar .
Setiap medium termasuk televisi mempunyai karakteristiknya masing-masing, baik yang berkaitan dengan potensi atau keunggulannya maupun kelemahan atau keterbatasannya. Siaran TV telah banyak digunakan untuk kepentingan pendidik-an/pembelajaran di berbagai negara. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan siaran TV untuk pendidikan, beberapa institusi di berbagai negara memanfaatkan siaran TV secara terbatas/tertutup (close circuit television atau disebut juga narrowcast). Beberapa institusi lainnya justru sebaliknya, yaitu memilih menyelenggarakan siaran televsisi untuk pendidikan secara terbuka (open broadcast atau umumnya disebut broadcast) (Siahaan, 2008:2).
Siaran TV yang dimulai pada tahun 1962 di Indonesia berfungsi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan menyajikan program siaran yang sifatnya informatif, edukatif, dan menghibur (Widarto, 1994 dalam Siahaan,2008:5). Dengan merujuk pada data statistik dari Biro Statistik tahun 1992, Widarto mengemukakan bahwa di Indonesia terdapat sekitar 9.175.400 pesawat TV (termasuk TV umum sebanyak 54.400 buah). Dari pengamatan sehari-hari tampaklah bahwa fungsi TV yang sangat dominan masih pada aspek hiburan. Masyarakat memang menikmati berbagai pertunjukan yang ditayangkan oleh TV. Bahkan TV juga sering dipandang sebagai babysitter untuk anak-anak karena dapat membuat anak-anak betah nongkrong berjam-jam di depan TV. Fungsi TV sebagai hiburan tampaknya dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak sampai dengan orang dewasa. Karena itu, masyarakat seringkali tidak merasa telah menghabiskan waktu yang banyak duduk menonton TV (Siahaan,2008:3).
Selain berfungsi sebagai hiburan, siaran TV juga berfungsi sebagai sumber informasi. Masyarakat luas mendapatkan berbagai informasi mengenai per-kembangan mutakhir yang terjadi di berbagai negara dengan mudah dan cepat. Seiring dengan fungsi TV sebagai hiburan, media TV digunakan sebagai fungsi untuk menyebarluaskan informasi. Program siaran yang bersifat informasi mencakup berita, perkembangan kegiatan politik, data dan kegiatan ekonomi, pesan-pesan ilmiah, perkembangan sosial dan budaya (Siahaan,2008:3).
      Karakteristik MediumTelevisi
Berbicara tentang karakteristik sesuatu medium tidaklah terlepas dari aspek potensi atau keunggulan medium yang bersangkutan di satu sisi, dan sekaligus juga aspek kelemahan atau keterbatasan medium tersebut di sisi lainnya. Beberapa potensi atau keunggulan medium TV dapat dilihat dari ciri spesifiknya (Fahmi, 1994 dalam Siahaan, 2004 : 4), yaitu antara lain:
a. Siaran TV bersifat terbuka. Artinya, siaran TV mempunyai daya jangkau yang  sangat luas dan mampu meniadakan batasan wilayah geografis.
b. Siaran TV memiliki potensi penetratik untuk mempengaruhi sikap, pandangan, gaya hidup, orientasi, dan motivasi masyarakat.
c. Siaran TV dapat berhubungan langsung dengan pemirsa tanpa harus dibatasi oleh sistem politik, sosial, budaya, dan masyarakat yang menjadi khalayak sasarannya.
Selain yang dikemukakan di atas, potensi lain yang menjadi karakteristik TV adalah kemampuannya untuk menayangkan berbagai obyek yang abstrak atau yang tidak dapat dilihat oleh mata, obyek yang berbahaya atau yang tidak dapat dijumpai di lingkungan tempat tinggal, obyek atau peristiwa yang telah terjadi dalam waktu yang lampau, proses pertumbuhan atau perkembangan dari berbagai obyek, baik yang berlangsung dalam masa yang relatif lama maupun yang tidak dapat diamati secara kasat mata, obyek dalam gerakan atau proses yang lambat sehingga dimungkinkan untuk mencermati masing-masing tahapan proses atau gerakan, dan obyek yang ditayangkan TV dapat dimanfaat-kan masyarakat pada saat yang bersamaan secara serempak dan meluas (Siahaan,2008:5).
Di samping potensi atau keunggulan yang dimiliki oleh medium televisi, menurut Siahaan (2008:5) beberapa keterbatasan atau kelemahan medium televisi disajikan berikut ini:
a.     Program pembelajaran yang berkualitas yang ditayangkan melalui siaran TV membutuhkan biaya yang besar untuk mempersiapkannya di samping menyita waktu yang relatif panjang.
b. Penayangan program siaran TV berlangsung relatif cepat, searah, dan tidak dapat diulang ulang menurut selera atau kehendak pemirsa.
c. Siaran TV tidak memberikan peluang kepada pemirsa untuk memberikan umpan balik yang bersifat segera (immediate feedbacks).
d. Perbedaan waktu yang berlaku di Indonesia mengakibatkan berbagai program siaran yang ditayangkan tidak dapat dinikmati masyarakat di wilayah tertentu karena terlalu larut malam.
e. Kecepatan penyajian program siaran TV sama untuk semua orang.

 Dampak/Pengaruh Siaran Televisi
Sejak pertama kali diterbitkan lisensi untuk pendirian stasiun TV pada tahun 1941, maka pada waktu itu juga kehidupan sehari-hari manusia mulai dipengaruhi oleh kehadiran program yang ditayangkan siaran TV. Dampaknya tentu tidak selamanya negatif. Banyak program yang ditayangkan stasiun televisi yang berdampak positif. Berbagai program tayangan TV bersifat negatif apabila bertentangan dengan nilai-nilai agama dan budaya masyarakat pemirsa. Sebaliknya, program tayangan TV dikatakan berdampak positif apabila misalnya memberikan nilai tambah terhadap perkembangan kebudayaan dan kehidupan beragama masyarakat pemirsa, dan ilmu pengetahuan (Siahaan,2008:5).
Dewasa ini, televisi telah menjadi satu bentuk hiburan yang sangat diminati masyarakat.TV juga dipandang sebagai wahana yang baik dalam mempersiapkan anak-anak memasuki sekolah dan membantu mendidik anak-anak setelah mereka masuk sekolah. Bahkan diakui bahwa siaran televisi telah memberikan pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya waktu yang digunakan untuk menonton televisi.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa media massa (termasuk televisi) dewasa ini memainkan peranan yang signifikan dalam membentuk kehidupan anak-anak. Media massa menantang pemikiran dan kebiasaan para anak dalam berbagai cara. Dalam kaitan ini, para orangtua biasanya hanya merisaukan efek negatif televisi yang kemungkinan terjadi pada anak-anak (Siahaan,2008:5).
Berdasarkan berbagai studi yang telah dilaksanakan di berbagai negara (Sendjaja, 1999 dalam Siahaan,2008:6), dampak/pengaruh positif TV yang signifikan di kalangan anak-anak adalah bahwa program siaran televisi dapat:meningkatkan pengetahuan (umum) anak-anak, menumbuhkan keinginan atau motivasi untuk memperoleh informasi dan pengetahuan lebih lanjut,meningkatkan perbendaharaan kosa-kata, istilah/jargon, dan kemampuan berbahasa secara verbal dan non-verbal, meningkatkan daya imajinasi dan kreativitas anak, meningkatkan kekritisan daya pikir anak-anak karena diperhadapkan pada dua realitas gambar dunia, dan memicu minat baca dan motivasi belajar anak-anak .
Berkaitan dengan dampak siaran TV, beberapa ahli mengemukakan bahwa televisi dapat membuat anak-anak menjadi takut dan kemudian mempengaruhi diri mereka untuk “menarik atau melarikan diri” dari kegiatan belajarnya. Selain itu, siaran TV juga dikemukakan dapat menimbulkan tingkah laku yang keras/kasar apabila mereka terlalu sering menonton program tayangan TV yang memperlihatkan prilaku kekerasan, kasar, atau sadis (Siahaan,2008:7).
Para ahli juga mengemukakan adanya dampak positif menonton TV khususnya yang menayangkan program-program pendidikan/pembelajaran. Sebagai contoh diberikan bahwa anak-anak yang teratur menonton siaran televisi yang menayangkan program pendidikan/pembelajaran, maka anak-anak akan merasa terbantu atau menjadi lebih mudah mempelajari materi pelajaran di sekolah dan juga lebih cepat memahami materi pelajaran yang diajarkan guru di sekolah (Siahaan,2008:7).
Penyelenggaraan dan Pemanfaatan Siaran TV untuk Pembelajaran
      Sejak tahun 2004 Departemen Pendidikan Nasional melalui Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom) menyelenggarakan siaran Televisi Pendidikan melalui Televisi Edukasi (TVE). Televisi Edukasi (TVE) merupakan televisi yang mengkhususkan pada siaran pendidikan, termasuk program instruksional/pembelajaran, yang dikemas secara khusus untuk keperluan pembelajaran.Misi TVE adalah mencerdaskan masyarakat, menjadi tauladan masyarakat, menyebarluaskan informasi dan kebijakan Depdiknas dan mendorong masyarakat gemar belajar.
Agar pemanfaatan TVE dapat terintegrasi dalam program pembelajaran di sekolah, guru perlu merencanakan pemanfaatan siaran TVE dalam program pembelajaran yang dibuat di awal semester dengan mengacu pada program siaran TVE, jika tidak sesuai dengan jadwal pelajaran dapat dijadikan program pengayaan (Warsihna et al, 2007:9)
Warsihna et al (2007:9) menjelaskan pola pemanfaatan siaran TVE dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
a.    Pola klasikal, yaitu pemanfaatan siaran TVE secara terpadu dalam kegiatan pembelajaran di kelas, karena sudah sesuai dengan kurikulum yang berlaku.Agar dapat terintegrasi dalam program pembelajaran di sekolah, guru perlu merencanakannya dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).Pemanfaatan klasikal ini dapat juga dibantu dengan LCD untuk tayangan yang lebih baik.
b.    Pola Kelompok Kecil, yang dikaitkan dengan tugas kelompok dilakukan oleh siswa dengan bimbingan ddan arahan guru bidang studi. Hal ini dapat juga dilakukan jika ada kesulitan dalam menyesuaikan jadwal pelajaran dan jam tayang.Selesai menyaksikan siaaran, siswa diminta untuk melakukan diskusi dan hasilnya dilaporkan kepada guru.
c.    Pola Individual, dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan tayangan TVE. Cara ini bermanfaat untuk pengayaan individual.
Menurut Warsihna et al (2007:9) Langkah-langkah pemanfaatan siaran TVE dapat dijalankan sebagai berikut :
a.    Penyusunan Rancangan pemanfaatan Siaran TVE yang terintegrasi dalam program pembelajaran dengan menyusun RPP yang sudah disesuaikan antara materi pelajaran, media-media yang dibutuhkan, dan jadwal siaran TVE.
b.    Kegiatan-kegiatan sebelum mengikuti Siaran TVE, adalah membaca buku bahan penyerta, mengecek kelengkapan peralatan dan mengatur tempat duduk.
c.    Selama pelaksanaan harus dipastikan semua siswa mengikuti siaran dengan baik, menjelaskan tujuan pembelajaran dan pokok materi sesuai isi buku penyerta dan menjaga suasana tetap kondusif, memberi pengayaan terhadap tayangan program dan membuat kesimpulan.
d.    Selesai menyaksikan tayangan guru mengulas materi yang disaksikan, memberi pertanyaan dan umpan balik, melanjutkan dengan praktikum jika diperlukan, mengerjakan tugas di LKS dan mengajak siswa memperkaya materi melalui sumber belajar lain yang relevan.
TVE juga dapat dimanfaatkan pada jam pelajaran kosong, jika guru berhalangan hadir dengan pantauan dari guru piket atau guru pengganti.Selain itu dapat juga sebagai bentuk penugasan kepada siswa agar siswa dapat lebih mempersiapkan diri dan lebih aktif dalam mengikuti pelajaran yang akan diberikan di dalam kelas, bentuk penugasan dapat dilakukan di sekolah atau dirumah (PR).
Salah satu program instruksional yang disiarkan oleh TVE adalah program pendidikan untuk mempersiapkan ujian nasional untuk siswa kelas III SMP yang direlay secara nasional oleh TVRI, untuk efektifitasnya disediakan juga buku bahan penyerta untuk siswa dan guru. Buku ini memuat 528 topik siaran yang terdiri dari 178 topik matematika, 178 topik bahasa Indonesia, dan 178 topik bahasa Inggris (Warsihna et al , 2007:9)
Diharapkan,Pemanfaatan TVE dalam Pembelajaran ini dapat membentuk siswa menjadi lebih mandiri, cepat tanggap, lebih konsentrasi dan lebih termotivasi dalam belajar (Warsihna et al, 2007:17). Sehingga dapat meningkatkan nilai akhir sebagai evaluasi pendidikan, yang akan menjadi tolak ukur dalam meningkatnya mutu pendidikan.
III. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
            Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Mutu dalam artian hasil (ouput) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap tahun atau kurun waktu lainnya. Berbagai input dan proses harus selalu mengacu pada mutu-hasil (output) yang ingin dicapai.
      Aplikasi teknologi pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah segala upaya pemanfaatan teknologi dalam pendidikan  untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Aplikasi teknologi pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan  banyak berhubungan dengan efisiensi dan efektivitas proses belajar mengajar.Beberapa aplikasi teknologi pendidikan dalam meningkatkan mutu pendidikan telah dilakukan di Indonesia, salah satunya adalah pemanfaatan televisi  untuk pembelajaran.
Siaran televisi (TV) merupakan medium yang sangat ampuh (a powerful medium) menyebarluaskan informasi kepada masyarakat luas secara serempak. TV merupakan media massa yang kuat sekali pengaruhnya pada pembentukan pengetahuan, pola pikir, dan sikap masyarakat. Media televisi juga dinilai sangat potensial untuk menunjang pembangunan pendidikan.
Dampak/pengaruh positif TV yang signifikan di kalangan anak-anak adalah bahwa program siaran televisi dapat:meningkatkan pengetahuan (umum) anak-anak, menumbuhkan keinginan atau motivasi untuk memperoleh informasi dan pengetahuan lebih lanjut,meningkatkan perbendaharaan kosa-kata, istilah/jargon, dan kemampuan berbahasa secara verbal dan non-verbal, meningkatkan daya imajinasi dan kreativitas anak, meningkatkan kekritisan daya pikir anak-anak karena diperhadapkan pada dua realitas gambar dunia, dan memicu minat baca dan motivasi belajar anak-anak.
Televisi Edukasi (TVE) merupakan televisi yang mengkhususkan pada siaran pendidikan, termasuk program instruksional/pembelajaran, yang dikemas secara khusus untuk keperluan pembelajaran. TVE dapat digunakan dalam proses pembelajaran secara langsung(klasikal), kelompok kecil dan individual di sekolah maupun di luar sekolah.
Diharapkan,Pemanfaatan TVE dalam Pembelajaran ini dapat membentuk siswa menjadi lebih mandiri, cepat tanggap, lebih konsentrasi dan lebih termotivasi dalam belajar (Warsihna et al, 2007:17). Sehingga dapat meningkatkan nilai akhir sebagai evaluasi pendidikan, yang akan menjadi tolak ukur dalam meningkatnya mutu pendidikan.
            B. Saran
Berkaitan dengan siaran TV untuk pembelajaran, diharapkan terpanggil untuk jumlah alokasi jam siaran dapat ditingkatkan secara bertahap. Tentunya peranan pemerintah juga sangat menentukan dalam mewujudkan terselenggaranya program siaran TV untuk pendidikan/pembelajaran secara teratur. Dengan demikian, ada keseimbangan antara program siaran TV yang bersifat hiburan/ rekreasi, informasi, dan edukasi.
Karena siaran televisi mampu menjangkau masyarakat luas dan banyaknya anggota masyarakat yang belum mampu mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu dan memadai, maka diperlukan adanya suatu kebijakan, misalnya dalam bentuk Undang-Undang yang bersifat mengikat terhadap semua stasiun pemancar TV yang ada (nasional maupun lokal) untuk bersama-sama menyediakan alokasi waktu yang cukup memadai bagi penayangan program-program pendidikan/pembelajaran. Jika memungkinkan ada satu saluran televisi yang khusus menayangkan program-program pembelajaran.
Diharapkan dukungan dari banyak pihak akan menghasilkan program-program  pembelajaran yang dihasilkan semakin lebih berkualitas dan menarik.
            DAFTAR PUSTAKA
Miarso, Yusufhadi. 2009.Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Prawiradilaga, Dewi S., Siregar, Eveline., Sadiman, Arief S. 2008. Mozaik Teknologi Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Warsihna, Joko dkk. Pedoman Pemanfaatan Siaran Televisi Edukasi. 2007. Departemen Pendidikan Nasional. Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan.www. tvedukasi.org. Jakarta.
Hapidin, Ahmad. 2010. Aplikasi Teknologi Pendidikan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. http://ahmad-hapidin.blogspot.com/2010/08/. Diakses 12 November 2010.
Umaedi. 1999. Managemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. http://www. Ssep.net/director.html.  Diakses 12 November 2010.
Faqih, Abdullah. 2010.Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan. http://abdullahfaqih.multiply.com/journal/item/5. Diakses 12 November 2010
Siahaan, Sudirman. 2008.  Siaran Televisi untuk Pendidikan/Pembelajaran? pakdirman@yahoo.com. Diakses 13 November 2010.































PERANAN TELEVISI  DALAM MEMBERIKAN HAK YANG SAMA DALAM MEMPEROLEH KESEMPATAN BELAJAR BAGI SISWA DI INDONESIA MELALUI PROGRAM SIARAN PENDIDIKAN SEKOLAH”

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Pernyataan World Development Report bahwa pendidikan adalah kunci untuk menciptakan, menyerap, dan menyebarluaskan pengetahuan,   Oleh sebab itu, pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak dan kewajiban masyarakat dalam bidang pendidikan. Sejalan dengan hal tersebut dalam UU No. 20 Tahun 2003 bagian konsenderan mengatakan bahwa system pendidikan harus mampu menjamin Pemerataan pendidikan , mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen untuk menghadapi tantangan perubahan kehidupan local ,Nasional dan global. Berdasarkan hal tersebut maka kewajiban pemerintah mewujudkan nya
Masalah pemerataan merupakan masalah di bidang pendidikan pada negara berkembang, termasuk Indonesia seperti tingginya angka putus sekolah sebagaimana yang disiyalir oleh salah satu surat kabar yang terkenal yaitu kompas— Angka putus sekolah di jenjang pendidikan dasar hingga saat ini masih tinggi. Siswa yang putus sekolah di tingkat SD dan SMP sekitar 768.960 orang, terdiri atas 527.850 siswa SD dan 241.110 siswa SMP. Mereka putus sekolah terutama akibat persoalan ekonomi. Selain itu, sekitar 920.000 lulusan SD tidak bisa melanjutkan pendidikan ke SMP dengan beragam alasan. Adapun lulusan SMP yang tidak melanjutkan ke jenjang SMA sederajat lebih banyak lagi, yakni sekitar 30,1 persen atau sekitar 1,26 juta siswa. Selasa (12/10/2010). JAKARTA, KOMPAS.com.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, misalnya melalui pembangunan gedung sekolah baru, peningkatan daya tampung pada sekolah-sekolah yang telah ada, penambahan fasilitas belajar, pengadaan dan pengangkatan tenaga guru, pemberian beasiswa, dan lain-lain. Namun upaya itu ternyata belum dapat mengatasi masalah pemerataan pendidikan secara tuntas.. Padahal sebagai sesama anak bangsa, mereka memiliki hak yang sama dengan anak-anak lain yang lebih beruntung memperoleh pendidikan, sebagaimana dijamin oleh pasal 31 Undang-undang Dasar 1945. Dalam wilayah negara Indonesia yang luas dengan karakteristik geografis dan demografis yang begitu beragam, sangat sulit memberikan layanan pendidikan yang dapat menjangkau seluruh masyarakat terutama anak-anak yang memiliki berbagai kendala ekonomi, geografis dan waktu.
Televisi salah satu media massa yang bersifat audio visual sangat mudah mempengaruhi persepsi seseorang. Di Indonesia televisi sudah merupakan media yang dominan dalam menyebarkan gagasan dan informasi.
         Namun di Indonesia, setiap anak dapat menonton televisi selama 3,5 – 5 jam sehari. Anak-anak tidak hanya menonton tayangan yang memang ditujukan bagi mereka, tetapi juga tayangan yang belum pantas untuk mereka tonton. Kondisi ini terjadi tanpa pengawasan yang ketat dari orang tua .Data pola menonton televisi pada anak-anak menunjukkan bahwa jumlah jam menonton anak-anak melampaui batas jam menonton ideal. Angka 35 jam per minggu, berarti sama dengan 1820 jam per tahun, padahal jam belajar anak sekolah dasar menurut United Nations Education and Culture Organization (UNESCO) tidak melebihi 1000 jam per tahun. Jika melihat perbandingan jumlah jam menonton televisi dengan jumlah jam belajar di sekolah, maka dikuatirkan proses pembentukan pola pikir, karakter, dan perilaku anak justru terbentuk melalui tayangan televisi. http://padekan.wordpress.com/pag e/2.\
Perkembangan  Illmu Pengetahuan dan teknologi serta perubahan arus globalisasi yang makin maju dan canggih membawa akibat kemajuan dan dalam bidang teknologi pendidikan Oleh sebab itu perlu kira  menawarkan kepada kita untuk mengambil manfaat teknologi tersebut untuk mengatasi masalah pendidikan    Program siaran pendidikan amat penting bagi anak terutama yang berkaitan dengan siaran televisi yang membahas tentang materi pelajaran sekolah agar dapat membantu proses pembelajaran siswa . Untuk itu makalah ini diberi judul “PERANAN TELEVISI  DALAM MEMBERIKAN HAK YANG SAMA DALAM MEMPEROLEH KESEMPATAN BELAJAR BAGI SISWA DI INDONESIA MELALUI PROGRAM SIARAN PENDIDIKAN SEKOLAH”
B. Masalah
Berdasarkan latar belakang maka masalah dalam makalah ini adalah: Apa yang menjadi kendala dalam pelaksanan siaran pendidikan di Indomesia ?.....
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :Untuk mengetahui gambaran umum kendala-kendala yang muncul dalam penyiaran program siaran pendidikan Melalui Televisi  di Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PEMERATAAN PENDIDIKAN
Pemerataan pendidikan mencakup dua aspek yaitu equality dan equity. Equality atau persamaan mengandung arti persamaan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, sedangkan equity bermakna keadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan yang sama diantara berbagai kelompok dalam masyarakat. Akses terhadap pendidikan yang merata berarti semua penduduk usia sekolah telah memperoleh kesempatan pendidikan, sementara itu akses terhadap pendidikan telah adil jika antar kelompok bisa menikmati pendidikan secara sama (Eka, R. 2007. Kondisi Pemerataan Pendidikan di Indonesia, http://edu-articles.com).
Menurut Rawls prinsip Keadilan Distributif the principle of fair equality of opportunity menunjukkan pada mereka yang paling kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapat dan otoritas. Mereka inilah yang harus diberi perlindungan khusus. (http://m31ly.wordpress.com/2009/11/13/6/)  .Coleman dalam bukunya Equality of educational opportunity mengemukakan secara konsepsional konsep pemerataan yakni : pemerataan aktif dan pemerataan pasif. Pemerataan pasif adalah pemerataan yang lebih menekankan pada kesamaan memperoleh kesempatan untuk mendaftar di sekolah, sedangkan pemerataan aktif bermakna kesamaan dalam memberi kesempatan kepada murid-murid terdafar agar memperoleh hasil belajar setinggi-tingginya (Ace Suryadi , 1993 : 31).
Dalam pemahaman teori Human Capital yang dipelopori oleh Theodore W. Schultz, manusia merupakan suatu bentuk kapital sebagaimana bentuk kapital-kapital lainnya yang sangat menentukan bagi pertumbuhan produktivitas suatu bangsa. Pendidikan merupakan salah satu bentuk investasi Sumber daya manusia, dengan pendidikan seseorang dapat memperluas pilihan-pilihan bagi kehidupannya baik dalam profesi, pekerjaan, maupun dalam kegiatan-kegiatan lainnya guna meningkatkan kesejahteraan hidupny.
 Dalam pemahaman seperti diatas pemerataan pendidikan mempunyai makna yang luas tidak hanya persamaan dalam memperoleh kesempatan pendidikan, tapi juga setelah menjadi siswa harus diperlakukan sama guna memperoleh pendidikan dan mengembangkan potensi yang dimilikinya untuk dapat berwujud secara optimal.Pendidikan dalam makalah ini pemerataan pendidikan adalah dalam cakupan aspek equity. Sejalan dengan itu UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”, dan pasal 11, ayat (1) menyatakan “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”. Oleh sebab itu maka anak anak di Indonesia ini harus mendapatkan kesempatan yang sama memeroleh kesempatan untuk belajar.
A. Faktor Yang Mempengaruhi Pemerataan pendidikan
1.        Faktor  kemiskinan
 Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengatakan hal itu saat hadir dalam Seminar Nasional Pramuktamar V Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang bertema ”Membangun Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Bermutu Berbasis Karakter” di Jakarta, Selasa (12/10/2010).  JAKARTA, KOMPAS.com — Angka putus sekolah di jenjang pendidikan dasar hingga saat ini masih tinggi. Siswa yang putus sekolah di tingkat SD dan SMP sekitar 768.960 orang, terdiri atas 527.850 siswa SD dan 241.110 siswa SMP. sekitar 920.000 lulusan SD tidak bisa melanjutkan pendidikan ke SMP dengan beragam alasan. Adapun lulusan SMP yang tidak melanjutkan ke jenjang SMA sederajat lebih banyak lagi, yakni sekitar 30,1 persen atau sekitar 1,26 juta siswa.
 Menurut Nuh, alasan utama tingginya angka putus sekolah dan tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi karena faktor ekonomi dan sulitnya akses ke sekolah. Karena itu, penyelesaian yang ditawarkan pemerintah juga harus menjawab akar masalah yang dihadapi masyarakat dihadapi masyarakat. http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/13/.
Masalah putus sekolah dan tidak dapat melanjutkan pendidikan terutama pada jenjang pendidikan dasar merupakan persoalan serius yang dapat mpengaruhi keberhasilan penuntasan program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun., Untuk itu, agenda penting yang harus menjadi prioritas adalah peningkatan pemerataan pendidikan, terutama bagi kelompok masyarakat miskin. Mayoritas kaum miskin di Indonesia tinggal di tempat-tempat jauh yang terpencil. Mereka praktis kekurangan segalanya; fasilitas, alat-alat transportasi dan komunikasi di samping rendahnya pengetahuan merekaterhadap teknologi.
Perbaikan hidup masyarakat yang miskin lebih banyak menjadi sasaran pemerintah dengan menyediakan fasilitas umum terutama fasilitas  pendidikan yang lebih berkualitas,lebih efektif dan mudah terjangkau  dengan perbandingan kondisi yang proporsional tiap daerah. Pemrintah  harus mengusahakan   mobilasasi sumber-sumber lokal dan nasional.untuk hal tersebut .Ketimpangan pemerataan pendidikan juga terjadi antar  wilayah geografis yaitu antara perkotaan dan perdesaan, serta antara kawasan timur Indonesia (KTI) dan kawasan barat Indonesia (KBI), dan antar tingkat pendapatan penduduk ataupun antar gender.
 Bahkan sekalipun di lokasi-lokasi seperti itu dibangun sekolah reguler, belum tentu kelompok anak  yang memiliki kendala tersebut sempat mengikuti pendidikan karena kesibukannya bekerja membantu orang tua mencari nafkah.Untuk mengatasi kebutuhan pendidikan bagi mereka adalah upaya penerapan cara non konvensional .Cara lain itu adalah memanfaatkan potensi, kemajuan serta keluwesan teknologi yang dapat mewujudkan keadilan dan pemerataan pendidikan http://www.google.com ./ http://edu-articles.com, 10 May 2010,  Berdasarkan pendapat ini perlu kiranya pemerintah membangun suatu jaringan informasi yang dapat memaksimalkan pemerataan pendidikan di Indonesia.
 2. kondisi wilayah Indonesia  yang cukup luas dan tidak merata
Secara geografis wilayah  Indonesia terdiri 2/3 kepulauan (air), Pegunungan dan 1/4 adalah daratan. Dalam wilayah negara Indonesia yang luas dengan karakteristik geografis dan demografis yang begitu beragam, sangat sulit memberikan layanan pendidikan yang dapat menjangkau seluruh masyarakat terutama   anak-anak yang memiliki berbagai kendala ekonomi, geografis dan waktu.   Hal ini menjadikan salah satu faktor yang menyebabkan banyaknya anak-anak  putus sekolah  .  
B.   Aplikasi Teknologi Pendidikan dalam Pemeratan Pendidikan
1.    Pengertian Teknologi Pendidikan
 Haryono dalam syukur (2008:1) mengatakan  bahwa Teknologi pendidikan adalah Teknologi yang melibatkan prosedur, ide, peralatan dan organisasi untuk menganalisis  masalah pendidikan mencari problem solving , melaksanakan evaluasi dan mengelola masalah yang menyangkut semua apek pembelajaran dalam pendidikan. 
Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, and managing appropriate technological processes and resources.Ini adalah definisi terbaru yang menyatakan bahwa teknologi pendidikan adalah studi dan praktek etis dalam upaya memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara menciptakan, menggunakan/memanfaatkan, dan mengelola proses dan sumber-sumber teknologi yang tepat. Jelas, tujuan utamanya masih tetap untuk memfasilitasi pembelajaran (agar efektif, efisien dan menarik) dan meningkatkan kinerja.. AECT(2004):
Sumber:http://uhangdusun.blogspot.com/2009/06/pengertian-teknologi-pendidikan- 22.html
Januszewski (2008:1) menyatakan bahwa: Educational technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, and managing appropriate technological processes and resources. (Teknologi pendidikan adalah studi dan etika praktek untuk memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengaturan proses dan sumber daya teknologi).             
 Sementara itu, Miarso (2006:240) menyatakan “Teknologi Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses kompleks dan terpadu yang melibatkan orang, gagasan, prosedur, peralatan dan organisasi untuk mengatasi masalah belajar manusia.
Berdasarkan pendapat diatas dapat kita tarik kesimpul bahwa Teknologi Pendidikan adalah studi dan etika prektek yang melibatkan orang, gagasan, prosedur, peralatan dan organisasi untuk memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengaturan proses dan sumber daya teknologi dalam rangka untuk memecahkan masalah pendidikan dan masalah belajar manusia.)
 Salah satu produk kemajuan teknologi adalah televisi. Media elektronik ini menjadi sarana bagi kita untuk dapat meneropong segala aktivitas yang terjadi di berbagai belahan dunia. Berkat teknologi ini, dunia nyaris dibuat tanpa sekat. Di samping sebagai penyampai informasi, televisi juga bisa berfungsi sebagai media pendidikan sekaligus mentransfer pembelajaran dalam rangka mencerdaskan anak bangsa. Menurut Dr. Jack Lyle (http://mediatelevisipdidi.blogspot. )
 Salah-satu-produk-kemajuan-teknologi., televisi dengan gambar audio visualnya sangat membantu dalam mengembangkan daya kreasi Aanak kita, bahwa dalam pikiran kita ada semacam ilustrasi gambar dan gambar-gambar ini merupakan suatu yang penting dalam hubungannya dengan proses belajar, terutama sekali yang berkenaan dengan orang, tempat dan situasi yang tidak setiap orang pernah mengunjungi atau telah mempunyai pengalaman.
 Dari pendapat itu dalam perkembangannya membuktikan bahwa dengan sifat audio visual yang dimiliki oleh televisi, menjadikan televisi sangat pragmatis, sehingga mudah mempengaruhi penonton dalam hal: sikap, tingkah laku dan pola pikirnya, maka pantaslah kalau dalam waktu relatif singkat televisi telah menempati jajaran teratas candu elektronik dari jajaran media massa .Jadi, apabila kita tarik benang merah antara kebiasaan menonton televisi dan proses belajar pada diri anak-anak, sebenarnya televisi dapat pula berfungsi sebagai media pendidikan. Pesan-pesan edukatif baik dalam aspek kognitif, apektif, ataupun psikomotor bisa dikemas dalam bentuk program televisi. Secara lebih khusus televisi dapat dirancang/dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Pesan-pesan instruksional, seperti percobaan di laboratorium, field-trip, kegiatan baksos, keterampilan, teater, musik dan drama sekolah dan banyak lagi yang dapat diperlihatkan melalui tayangan televisi.
2. Keuntungan Televisi Sebagai Media Pembelajaran
1.  Televisi bisa memberikan penekanan terhadap pesan-pesan khusus pada peserta didik, misalnya melalui teknik close-up, penggunaan grafis/animasi, sudut pengambilan gambar, teknik editing, serta trik-trik lainnya yang menimbulkan kesan tertentu pada sasaran sesuai dengan tujuan yang dikehendaki.
 2. Media televisi dapat menyajikan pesan/objek yang sebenarnya termasuk hasil dramatisir secara audio visual dan unsur gerak (live) dalam waktu bersamaan (broadcast). Pesan yang dihasilkan televisi dapat menyerupai benda/objek yang sebenarnya atau menimbulkan kesan lain.
3. Media televisi ini memiliki potensi besar dalam merubah sikap dan perilaku masyarakat, dengan kata lain acara-acara tersebut disertai dengan fakta dan ilustrasi yang menarik berupa gambar-gambar dan rekaman peristiwa yang sebenarnya, sehingga kita bisa membayangkan dan menikmati seolah-olah hal tersebut memang benar-benar kita alami.
Hal ini akan mempercepat kerja otak kita untuk menerima beberapa hal baru tentang pengetahuan. Serta meningkatkan kemampuan kita dalam berimajinasi secara kreatif. Hal ini berarti bahwa audio visual dapat memberikan pengalaman-pengalaman yang baru sesuai dengan pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya, atau dapat memberikan pengalaman semu atau Simulated Experience. Namun perlu dicermati, terutama bagi orang tua dan guru sebagai pendidik dan pembimbing utama anak bahwa mereka lah yang memegang kendali untuk mengenalkan dan memilihkan program-program acara yang sesuai serta bermuatan ilmu pengetahuan pada mereka. Dampingi mereka ketika menonton acara tersebut. Hal ini akan membantu apabila terdapat beberapa hal yang tidak mereka mengerti untuk ditanyakan kepada kita Dalam teori Cultivasi, televisi menjadi media atau alat utama dimana para penonton televisi itu belajar tentang masyarakat dan kultur dilingkungannya. Dengan kata lain, persepsi apa yang terbangun di benak Anda tentang masyarakat dan budaya sangat ditentukan oleh televisi. Ini artinya, melalui kontak Anda dengan televisi Anda belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya serta adat kebiasannya. http://nurudin-umm.blogspot.com/2008
Penyiaran program pendidikan diluncurkan melalui TVRI dirintis baru pertama kali pada 17 Juni 2006 oleh Menteri Pendidikan Indonesia, program Televisi Pendidikan dalam penyiarannya bekerjasama dengan TVRI (Televisi Republik Indonesia) dengan alasan penyiaran dengan televisi nasional seperti TPI(Sekartang Berubah label perusahaan MCN TV)dan bekerja sama dengan Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom) dengan Televisi Edukasi (TVE) merupakan televisi yang mengkhususkan pada siaran pendidikan, termasuk program instruksional/pembelajaran, yang dikemas secara khusus untuk keperluan pembelajaran, .terhambat dengan adanya beberapa daerah dan tempat yang belum masuk gelombang siaran dari Televisi  tersebut. Digandeng TVRI karena gelombang siaran televisi nasional ini telah mencapai hampir seluruh titik di nusantara ini .
Penyiran yang dilakukan oleh telesvi nasional milik pemerintah dilakukan pada pagi hari pada waktu jam sekolah berlangsung,dan untuk sekolah yang menyenggarakan proses pembelajarannya siang hari penyiaran program ini disiarkan pada sore hari sekitar jam 14.00 siang . dengan adanya siaran ini diharapkan dapat membantu poses pembelajaran siswa agar mudah memahami ,mengerti, mendalami materi yang ada pada kurikulum .sehingga tuntutan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan penyedian kesempatan belajarbagi anak usia sekolah semaksimal mungkin dapat terlaksana
Pengalaman empirik berikutnya adalah penayangan program Siaran Televisi Pendidikan Sekolah (STVPS) yang ditayangkan setiap hari melalui stasiun Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) sejak tahun 1991. Agar para siswa dapat mengikuti program STVPS di sekolah, Departemen Pendidikan Nasional melalui Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (PUSTEKKOM) membagikan peralatan pemanfaatan siaran televisi (televisi dan video caassette recorder) ke sekolah-sekolah secara bertahap sesuai dengan kemampuan anggaran yang ada. Setelah penayangan program STVPS berlangsung beberapa tahun dan para siswa sudah mulai banyak yang mengetahui adanya program STVPS serta manfaatnya, penayangan program STVPS justru harus terhenti karena alasan finansial (Siahaan, 2008: 1).
Pada tahun 1997 dijalankan Siaran Televisi Pendidikan melalui satelit siaran langsung (Siaran TV-SSL) melalui satelit Cakrawala-1. Perkembangan terakhir yang berkaitan dengan program siaran televisi pendidikan adalah dirintisnya penayangan program siaran TV Edukasi (TVE) oleh PUSTEKKOM pada tahun 2004. Siaran TVE ini bukan merupakan siaran yang terbuka seperti halnya dengan berbagai program siaran televisi yang ditayangkan oleh stasiun TV pada umumnya. Karena itu, untuk dapat mengikuti/menangkap program siaran TVE, pemirsa harus melengkapi pesawat televisinya dengan antena parabola yang diarahkan pada frekuensi tertentu sesuai dengan posisi satelit (Pustekkom, 2007: 15). Penyelenggaraan dan Pemanfaatan Siaran TV untuk Pembelajaran
Sejak tahun 2004 Departemen Pendidikan Nasional melalui Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom) menyelenggarakan siaran Televisi Pendidikan melalui Televisi Edukasi (TVE). Televisi Edukasi (TVE) merupakan televisi yang mengkhususkan pada siaran pendidikan, termasuk program instruksional/pembelajaran, yang dikemas secara khusus untuk keperluan pembelajaran.Misi TVE adalah mencerdaskan masyarakat, menjadi tauladan masyarakat, menyebarluaskan informasi dan kebijakan Depdiknas dan mendorong masyarakat gemar belajar.
Agar pemanfaatan TVE dapat terintegrasi dalam program pembelajaran di sekolah, guru perlu merencanakan pemanfaatan siaran TVE dalam program pembelajaran yang dibuat di awal semester dengan mengacu pada program siaran TVE, jika tidak sesuai dengan jadwal pelajaran dapat dijadikan program pengayaan (Warsihna et al, 2007:9)
TVE juga dapat dimanfaatkan pada jam pelajaran kosong, jika guru berhalangan hadir dengan pantauan dari guru piket atau guru pengganti.Selain itu dapat juga sebagai bentuk penugasan kepada siswa agar siswa dapat lebih mempersiapkan diri dan lebih aktif dalam mengikuti pelajaran yang akan diberikan di dalam kelas, bentuk penugasan dapat dilakukan di sekolah atau dirumah (PR). Salah satu program instruksional yang disiarkan oleh TVE adalah program pendidikan untuk mempersiapkan ujian nasional untuk siswa kelas III SMP yang direlay secara nasional oleh TVRI, untuk efektifitasnya disediakan juga buku bahan penyerta untuk siswa dan guru. Buku ini memuat 528 topik siaran yang terdiri dari 178 topik matematika, 178 topik bahasa Indonesia, dan 178 topik bahasa Inggris (Warsihna et al , 2007:9)
Diharapkan,Pemanfaatan TVE dalam Pembelajaran ini dapat membentuk siswa menjadi lebih mandiri, cepat tanggap, lebih konsentrasi dan lebih termotivasi dalam belajar (Warsihna et al, 2007:17). Sehingga dapat meningkatkan nilai akhir sebagai evaluasi pendidikan.
 Secara psikologis, kedekatan kita (orangtua/guru) dapat terjalin dengan baik. Dari sini jelas, di saat nonton acara televisi, tugas orang tua adalah senantiasa mendampingi dan memberikan arahan kepada anak. Mereka harus menjelaskan dampak positif dan egatifnya, menjelaskan acara apa saja yang layak dan tidak layak ditonton. Apabila acara televisi tersebut berbenturan dengan waktu shalat, ngaji maupun waktu belajar maka, orang tua harus mengarahkan mereka agar melakukan kewajibannya dulu.Oleh sebab itu jika dalam keseharian orang tua tidak mampu memberi teladan kepada anak, maka mereka akan meniru dari apa yang mereka lihat di sekelilingnya, termasuk media televisi. Namun jika televisi tidak mampu memberikan teladan, di mana lagi anak-anak akan mencari tokoh panutannya. Pada tahun 1996 kelompok-kelompok masyarakat yang peduli terhadap isu-isu konsumen, acara untuk anak-anak yang ditayangkan televisi, mendorong pemerintah untuk membuat UU Penyiaran untuk menjadi pedoman praktis dan standar mata acara yang dapat diterima publik. Agenda selanjutnya adalah membuat acara televisi yang mendidik. Acara televisi yang mendidik ini harus memiliki beberapa syarat, yaitu isi pesannya baik audio maupun visualnya harus sesuai dengan selera anak-anak. Demikian pula waktu penayangannya hendaklah disajikan pada jam anak-anak, yaitu jam sebelum tidur (sore dan sebelum pukul 21.00). Agenda yang tak kalah pentingnya adalah menumbuhkan kesadaran kritis anak terhadap televisi, di mana yang berperan di sini adalah orang tua, guru maupun tokoh keagamaan. Pemerintah sebagai pembimbing masyarakat melakukan semacam media education yang bertujuan mendidik masyarakat agar menonton televisi secara kritis,benardanprofesional(VenusKhadiz,1997)
3.Kendala  Penyiaran Program Pendidikan.
A.       Tidak adanya Pesawat Televisi di Rumah Sekolah
Kemampuan setiap sekolah berbeda –beda . ada yang mempunyai dana yang besar ada yang kecil sehingga fasilitas yang dimiliki sekolahpun beraneka ragam. Ada sekolah yang memiliki televisi ada yang tidak Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah berusaha untuk memberikan bantuan televisi kepada sekolah di Indonesia Seperti kata bapak menteri disalah satu surat kabar nasional. "Televisi ini lahir sebagai akibat dari kondisi geografis, sosial, ekonomi, dan kultur yang berbeda-beda di Indonesia sehingga ada beberapa daerah yang tidak terjangkau akses pendidikan. Oleh karena itu, dengan kehadiran TV ini, diharapkan dapat mengatasi persoalan pendidikan di daerah pelosok. Anggap saja ini kado Hardiknas," ucap Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh saat meresmikan peluncuran televisi tersebut di Jakarta, Minggu (2/5/2010).
TV Citra Indonesia Terampil ini akan mengudara melalui televisi berlangganan Indovision di channel 845. Pemilihan channel 845 tersebut juga memiliki makna filosofis, yakni merujuk pada angka bulan dan tahun hari kemerdekaan RI."Semua layanan ini sifatnya gratis. Kami akan ikut berpartisipasi membantu infrastruktur yang dibutuhkan, seperti penggunaan satelit," ungkap CEO MNC Grup Harry Tanoesudibyo.Nantinya, televisi tersebut akan menayangkan program-program pendidikan yang mengarah pada keterampilan hidup, selain pelajaran tingkat sekolah dasar dan menengah. Hingga kini, TV Citra dengan bekerjasama televisi milik pemerintah dan televisi lokal penyiaraannya  sudah menjangkau dua ratus titik di Indonesia, dengan target mencapai seribu titik dan."Di tiap daerah akan diberikan televisi besar, termasuk dekoder, sehingga pembelajaran bisa dilakukan dengan bantuan televisi ini," ujar Mohammad Nuh.
Dengan adanya ini  permasalahan pendidikan di daerah pelosok Keterbatasan dana dan infrastruktur membuat pendidikan di daerah pelosok menjadi terpinggirkan merupakan masalah yang tidak pernah selesai.. Dengan kehadiran televisi ini, diharapkan daerah-daerah terpencil mampu mengejar ketertinggalannya di bidang pendidikan.
B. Mahalnya dana yang diperlukan
 Penyiaran program pendidikan yang dilaksanakan pemerintah dalam mengatasi masalah pemerataan pendidikan membutuhakan dana yang cukup besar., Pos pengeluaran terbesar untuk pengadaan pesawat televisi sejumlah 75.000 unit yang nantinya dibagikan pada sekolah-sekolah di seluruh Indonesia yang konon besarnya mencapai 213,69 milyar rupiah,. Oleh sebab itu jika televisi yang diberikan disekolah tidak digunakan dalam prose pembelajaran maka akan sangat disayangkan.
C.   Model program penyiaran siaran pendidikan yang tidak dialogis.
 Di sisi lain, model pendidikan berbasis video seperti yang pemerintah dan TVRI lakukan tidak akan menghadirkan interaktifitas antara guru dan siswa, mengingat metode pembelajaran ini hanya menghasilkan komunikasi satu arah, yakni siswa hanya dapat melihat dan mendengarkan tayangan televisi saja, tetapi tidak dapat berkomunikasi layaknya diskusi antara guru dan siswa di dalam kelas.
Proses belajar yang tidak dialogis seperti ini harusnya dapat dijembatani dengan memodifikasi atau menambah metode distribusi penyiaran konten pendidikan tanpa menghentikan proses yang telah dilakukan. Lewat model pembelajaran yang variatif seperti ini siswa akan mendapatkan pengalaman belajar yang lebih menyenangkan dibandingkan cara belajar konvensional. Atau yang lebih baik lagi pemerintah mengirimkan televisi sekaligus dengan videonya Satu set VCD/DVD yang dibagikan ke sekolah-sekolah agar dapat dipergunakan sekolah untuk tahun berikutnya atau bisa selanjutnya bebas untuk digandakan kembali. siswa yang membutuhkan nantinya dapat meminta atau membeli VCD/DVD copian ke pihak sekolah. Berbekal VCD/DVD tersebut siswa dapat belajar mandiri di rumah atau dimana saja sesuai keinginan mereka. Sedangkan guru nantinya bertindak sebagai pendamping yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari siswa ketika mereka menemui kesulitan atau mendapati sesuatu yang kurang jelas..
BAB III
     PENUTUP
A. Kesimpulan
       Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa besar sekali peran televisi bagi perkembang anak-anak. Untuk itu pemanfaatan televisi dalam pendidikan akan menumbuhkan semangat dan keinginannya untuk belajar. Dan dengan adanya program penyiaran pendidikan pada televisi diharapkan dapat memeratan kesempatan belajar bagi siswa –siswa di Indonesia  khususnya anak yang memiliki kendala ekonomi, waktu dan geografis.
D.   Saran
Dalam menonton program siaran televisi agar kiranya orang tua mendamping siswa agar proses penyerapan pengetahuan terhadap anak dengan baik. Di saat nonton acara televisi, tugas orang tua adalah senantiasa mendampingi dan memberikan arahan kepada anak. Mereka harus menjelaskan dampak positif dan negatifnya, menjelaskan acara apa saja yang layak dan tidak layak ditonton. Apabila acara televisi tersebut berbenturan dengan waktu shalat, ngaji maupun waktu belajar maka, orang tua harus mengarahkan mereka mana yang harus didahulukan.
DAFTAR PUSTAKA
 Miarso, Yusufhadi. 2009.Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Prawiradilaga, Dewi S., Siregar, Eveline., Sadiman, Arief S. 2008. Mozaik Teknologi Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Syukur ,Fatah., 2008.Teknologi Pendidikan .RaSail Media Group. Semarang
Warsihna, Joko dkk. Pedoman Pemanfaatan Siaran Televisi Edukasi. 2007. Departemen Pendidikan Nasional. Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan.www. tvedukasi.org. Jakarta.
Selasa (12/10/2010). JAKARTA, KOMPAS.com. Diakses 27 Nopember 2010
http://padekan.wordpress.com/pag e/2. Diakses 27 Nopember 2010
http://edu-articles.com). Diakses 27 Nopember 2010
Jakarta, Minggu (2/5/2010). 27 Nopember 2010











Tidak ada komentar:

Posting Komentar